Memaknai Lagu Letto Sandaran Hati

Saya masih duduk di bangku Madrasah Aliyah, ketika lagu-lagu Letto ngehits dan banyak diputar lewat piringan CD (Compact disc) menggunakan VCD Player atau ditayangkan channel-channel TV yang secara khusus menyajikan acara musik. Masa itu, akses internet belum semudah sekarang. Youtube belum dikenal. Belum ada kanal-kanal youtube sebanyak zaman kiwari, di mana lagu bisa diakses dan dinikmati secara bebas, kapan pun dan di mana pun.

Memaknai Lagu Letto Sandaran Hati
Sumber : https://sumsel.tribunnews.com

Saya menyukai lagu-lagu Letto karena warna musiknya yang khas. Setiap bait dan untaian romantis dari Noe – sang vokalis – mampu membuat jiwa tenang dan damai. Selain karena terhibur, waktu masih menjalin cinta pertama dengan kekasih (Alhamdulillah saat ini sudah menikah dengan orang lain) perasaan saya juga merasa terwakili oleh lirik-liriknya. Sampai sekarang pun saya masih menjadi penggemar setia Letto dan menjadikan lagunya sebagai daftar favorit untuk menemani ritual sakral minum kopi.

Sekilas tentang Letto, sebagaimana dikutip dari Wikepedia, grup band ini dibentuk tahun 2004 silam. Band yang dinahkodai oleh Sabrang Mowo Damar Panuluh – atau lebih beken dipanggil Noe – berasal dari Yogyakarta. Band ini populer tahun 2000-an lewat beberapa lagunya. Salah satu lagunya yang terkenal dan tak asing di telinga kita yang berjudul “Sandaran Hati”.

Sejenak, jika menyimak video klip Sandaran Hati, kita akan berfikir bahwa lagu ini mengusung tema romantisme remaja dengan segala problematikanya. Anggapan demikian tentu saja tidak salah. Setiap orang bebas menafsirkan sebuah lagu. Sebagaimana pernah disinggung oleh Mas Sabrang, bahwa dia tidak ingin memonopoli makna lagunya dalam penafsiran tunggal. Dia membuka pintu ijtihad bagi siapa pun untuk manafsirkan lagunya seperti apa. Mau dimaknai sandaran hati itu adalah pacar atau kekasih, sah-sah saja.

Dari beberapa literatur online yang saya temui, ada yang memaparkan penafsirannya bahwa lagu ini lebih dari sekedar relasi horizontal – hubungan antara manusia dengan manusia – tapi juga bisa dimaknai sebagai relasi vertikal, yaitu hubungan antara manusia dengan Tuhan. Sebagai gambaran saya kutip lagunya di bawah ini.

Yakinkah kuberdiri

Di hampa tanpa tepi

Bolehkah aku mendengarmu

Terkubur dalam emosi

Tak bisa bersembunyi

Aku dan nafasku merindukanmu

Terpuruk ku di sini

Teraniaya sepi

Dan kutahu pasti kau menemani

Dalam hidupku, kesendirianku

Teringat kuteringat

Padamu janjimu kuterikat

Hanya sekejap kuberdiri

Kulakukan sepenuh hati

Peduli kupeduli

Siang dan malam yang berganti

Sedihku ini tak ada arti

Jika kaulah sandaran hati

Jika dicermati dan dihayati secara mendalam, lagu ini sesungguhnya merefleksikan salah satu ibadah sentral di dalam Islam, yaitu Shalat. Sebagaimana yang kita tahu, Shalat merupakan media atau instrumen penting yang wajib dilaksanakan untuk menjaga koneksi seorang hamba agar tetap berada di dalam orbit Ilahi.

Pandangan tersebut bisa diidentifikasi dari lirik di bait pertama, “yakinkah ku berdiri, di hampa tanpa tepi”. Sifat daif manusia sebagai makhluk yang penuh dengan dosa sehingga menjauh dari Tuhan digambarkan secara emosional dengan “di hampa tanpa tepi”. Lalu, dipertegas dengan lirik “Aku dan nafasku merindukanMu”. Rindu yang dimaksud dari lirik tersebut – mengutip pendapat Qomaruddin Hidayat – bisa jadi bentuk kerinduan seorang hamba untuk kembali kepada Tuhan. Bisa maknanya kematian atau juga kembalinya seorang hamba ke jalan yang benar. Kemudian, diperkuat lagi dengan “Teringat kuteringat. Pada janjiMu kuterikat. Hanya sekejap kuberdiri. Kulakukan sepenuh hati”. Konon, ruh manusia membuat perjanjian primordial dengan Allah sebelum lahir ke dunia untuk selalu taat dan beribadah. Dan ketaatan tersebut bisa dimanifestasikan lewat Shalat. Dan, puncak dari semua itu adalah “sedihku ini tak ada arti, jika Kaulah Sandara Hati. Inilah bentuk kepasrahan dan penyerahan total kepada Yang MahaSegalanya.

Demikianlah sekelumit makna yang bisa kita selami dari lagu Sandaran Hati milik Letto.

Bagi saya Letto memang unik. Grup band ini tidak hanya menyajikan karya seni lewat gubahan-gubahan lagunya, lebih jauh kita sebagai pendengar juga diajak untuk berfikir, berkontemplasi dan bertanya tentang makna hidup yang sedang dijalani. Kepiawaian Noe dalam menulis lagu dan mengemasnya sehingga diterima oleh semua kalangan sepertinya tidak bisa dilepaskan dari sosok sang ayah, yaitu Emha Ainun Najib (Cak Nun), seorang budayawan sekaligus tokoh yang sering mengajarkan pentingnya toleransi lewat tasawwuf dan Islam yang ramah terhadap perbedaan.

Kepada Letto sepatutnya kita harus berterima kasih, karena lewat lagu-lagunya kita bisa terhibur dan diajak mendekati Allah sekaligus.  

www.gubukmahfud.com

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *